2.1 PIUTANG
USAHA
2.1.1
Pengertian Piutang Usaha
Piutang Usaha (Account Receivable) timbul akibat adanya
penjualan kredit. Sebagian besar perusahaan menjual secara kredit agar dapat
menjual lebih banyak produk atau jasa.
Menurut Soemarso (2004:338) yang dimaksud dengan Piutang yaitu :
“Piutang merupakan kebiasaan bagi perusahaan untuk memberikan
kelonggaran-kelonggaran kepada para pelanggan pada waktu melakukan penjualan.
Kelonggaran-kelonggaran yang diberikan biasanya dalam bentuk memperbolehkan
para pelanggan tersebut membayar kemudian atas penjualan barang atau jasa yang
dilakukan.”
Menurut Kieso dan Weygandt mendefinisikan pengertian piutang sebagai berikut : “Receivables are claims held against customers and others for money, goods, or services.”
Menurut Warren Reeve dan Fess (2005:404) menyatakan bahwa yang
dimaksud dengan piutang adalah sebagai berikut : ”Piutang meliputi semua klaim
dalam bentuk uang terhadap pihak lainnya, termasuk individu, perusahaan atau
organisasi lainnya”.
Menurut
Mulyadi (2002 : 87) “piutang merupakan klaim kepada pihak lain atas uang,
barang, atau jasa yang dapat diterima dalam jangka waktu satu tahun, atau dalam
satu siklus kegiatan perusahaan”.
“Piutang
adalah penagihan yang timbul karena penjualan produk atau penyerahan jasa dalam
rangka kegiatan normal perusahaan.” (Ikatan Akuntansi Indonesia (IAI) 2004:19)
Dari
beberapa pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa piutang merupakan hak atau
klaim perusahaan terhadap klien atau pelanggan atas barang atau jasa yang telah
diberikan.
2.1.2
Klasifikasi Piutang
Pengklasifikasian piutang dilakukan
untuk memudahkan pencatatan transaksi yang mempengaruhinya. Ikatan Akuntan
Indonesia (IAI) (2007 : 451) mengemukakan bahwa menurut sumber terjadinya,
piutang digolongkan ke dalam dua (2) kategori yaitu: piutang usaha dan piutang
lain-lain (non usaha). Piutang usaha timbul karena penjualan produk atau jasa
dalam rangka kegiatan normal usaha, sementara piutang yang timbul di luar
kegiatan normal usaha digolongkan sebagai piutang lain-lain.
2.1.3
Pengakuan Piutang
Pengakuan piutang usaha
terjadi jika perusahaan menjual produk secara kredit atau memberi jasa namun
belum terjadi pembayaran kepada perusahaan.
Istilah
pengakuan itu sendiri mengandung arti “proses pembentukan suatu pos yang
memenuhi definisi unsur serta kriteria pengakuan dalam neraca atau laporan laba
rugi”. (Ikatan Akuntansi Indonesia 2004:19).
Pengakuan
piutang usaha sering berhubungan dengan pengakuan pendapatan. Karena pengakuan
pendapatan pada umumnya dicatat ketika proses menghasilkan laba telah selesai
dan kas terealisasi atau dapa direalisasi, maka piutang yang berasal dari
penjualan barang umumnya diakui pada waktu hak milik atas barang beralih ke
pembeli. Karena saat peralihan hak dapat bervariasi sesuai dengan syarat-syarat
penjualan maka piutang lazimnya diakui pada saat barang dikirimkan ke
pelanggan. Sedangkan piutang untuk jasa kepada pelanggan semestinya diakui pada
saat jasa itu dilaksanakan.
Berikut
ini adalah pengakuan atau pencatatan ayat jurnal transaksi-transaksi yang
berhubungan dengan piutang :
a. Transaksi
penjualan kredit barang dan jasa kepada pelanggan.
Jurnal untuk
mencatat transaksi ini adalah :
Piutang usaha xxx
Pejualan/pendapatan
jasa xxx
b. Transaksi
retur penjualan.
Jurnal untuk
mencatat transaksi ini adalah :
Retur penjualan
dan pengurangan harga xxx
Piutang usaha xxx
c. Transaksi
penerimaan kas dari debitur.
Jurnal untuk
mencatat transaksi ini adalah:
Kas xxx
Piutang Usaha xxx
2.1.4 Metode Pencatatan Piutang
Pencatatan piutang dilakukan di oleh petugas bagian
kartu piutang, dan petugas bagian jurnal, dan buku besar. Buku-buku yang
diperlukan terdiri atas buku jurnal penjualan, jurnal penerimaan kas, jurnal
umum, buku besar, dan kartu piutang sebagai buku pembantu. Pencatatan
piutang dapat dilakukan dengan salah satu dari metode berikut ini:
1. Metode Konvesional, dalam
metode ini posting kedalam kartu piutang dilakukan atas dasar data yang dicatat
dalam jurnal.
2. Metode Posting Langsung, metode
ini dibagi menjadi dua golongan berikut ini:
a. Metode Posting
Harian :
1. Posting
langsung ke dalam kartu piutang dengan tulisan tangan; jurnal hanya menunjukkan
jumlah total harian saja (tidak rinci).
2. Posting
lansung ke dalam kartu piutang dan pernyataan piutang.
b. Metode Posting Periodik.
1. Posting ditunda.
2. Penagihan bersiklus (cycle billing).
3. Metode
Pencatatan Tanpa Buku Pembantu (ledgerless bookeping), dalam metode ini
Faktur penjualan beserta dokumen pendukungnya yang diterima dari bagian
penagihan, oleh bagian piutang diarsippkan menurut nama pelanggan dalam arsip
faktur yang belum bayar (unpaid invoice file).
4. Metode
Pencatatan Piutang Dengan Komputer.
2.1.5
Pengelolaan
Piutang
Dalam
perjalanannya sebuah perusahaan memiliki dua sasaran yang saling bertentangan
mengenai piutang. Disatu pihak perusahaan ingin melakukan sebanyak mungkin
penjualan kredit guna memperluas pangsa pasar. Namun disisi lain piutang
merupakan aktiva yang tidak produktif, yang tidak menghailkan pendapatan (kas)
hingga saat penagihannya terlunasi. Dan semuanya itu akan teratasi dengan
adanya pengelolaan piutang yang baik antara lain :
- Kebijaksanaan kredit (standar kredit/kualitas rekening yang diterima, jangka waktu /periode kredit yang diberikan, discount/potongan tunai yang diberikan untuk pembayaran yang lebih awal.
- Kebijaksanaan pengumpulan piutang, dan faktor-faktor lain yang relevan. keputusan kredit ini menyangkut tradeoff antara keuntungan (marginal profit) dan biaya tambahan (marginal cost) yang disebabkan oleh perubahan dalam salah satu atau kombinasi elemen-elemen tersebut.
2.1.6
Resiko
Piutang
Dalam pelaksanaannya perusahaan
dihadapkan pada beberapa resiko. Ketika sebuah perusahaan menjual barang dan
atau jasa secara kredit, maka beresiko menimbulkan kegagalan dalam penagihan
piutang tepat waktu atau mungkin menimbulkan kegagalan menagih piutang tepat
jumlah. Berikut ini merupakan resiko-resiko yang berkaitan dengan piutang,
adalah :
- Kegagalan untuk menagih pelanggan
- Kesalahan dalam penagihan
- Kesalahan dalam memasukan data ketika memperbarui piutang usaha
- Pencurian kas
- Kehilangan data
- Kinerja yang buruk
2.1.7 Metode
Penghapusan Piutang
Menurut Zaki Baridwan
dalam bukunya Intermediate Accounting (2004, 127) : “Metode penghapusan piutang
adalah piutang usaha yang tidak mungkin dapat ditagih, seperti debiturnya
bangkrut, meninggal, pailit dan lain-lain harus dihapuskan sehingga akan
menjadi biaya bagi perusahaan”.
Untuk mencatat penghapusan piutang usaha tersebut
dapat dilakukan dengan dua metode, yaitu :
1. Metode Penghapusan
Langsung (Direct Methode)
Metode ini biasanya digunakan pada
perusahaan-perusahaan yang berskala kecil atau dapat juga diterapkan pada
perusahaan yang tidak dapat menaksirkan kerugian piutang usaha dengan tepat. Pada
akhir periode akuntansi tidak dilakukan perhitungan taksiran kerugian piutang,
tetapi kerugian piutang baru dicatat apabila telah pasti tidak dapat ditagih.
Sehingga piutang tersebut akan dihapuskan dan dibebankan pada perkiraan
kerugian piutang dan mengkreditkan piutang usaha.
Apabila pelanggan membayar kembali piutang yang telah
dihapus oleh perusahaan sebelum tutup buku, maka piutang yang telah dikreditkan
sebelumnya didebetkan kembali dan beban pada kerugian piutang dikreditkan oleh
perusahaan. Sehingga nilai piutang pelanggan tersebut muncul dan akan
dikreditkan kembali pada saat pembayaran piutang tersebut.
Lain halnya jika pelanggan membayar piutang yang telah
dihapuskan oleh perusahaan setelah tutup buku. Perusahaan akan mendebetkan
piutang pelanggan tersebut dan mengkreditkan nilai piutang tersebut sebagai
pendapatan lain-lain. Pada saat pembayaran piutang oleh pelanggan maka piutang
tersebut akan dikreditkan kembali.
2. Metode Cadangan (Allowance
Method)
Metode ini digunakan oleh perusahaan berskala besar,
dimana perusahaan sudah membuat estimasi atau perkiraan mengenai kerugian
piutang yang akan diterima akibat tidak dapat ditagih seluruhnya. Suatu
estimasi dibuat menyangkut perkiraan piutang tak tertagih dari semua penjualan
kredit atau dari total piutang yang beredar. Estimasi ini dicatat sebagai beban
dan pengurangan tidak langsung pada piutang usaha melalui kenaikan akun
penyisihan dalam periode dimana penjualan itu dicatat. Metode penghapusan tidak
langsung mencatat beban atas dasar estimasi dalam periode akuntansi dimana
penjualan kredit dilakukan atau pada saat munculnya nilai piutang di neraca.
Perusahaan akan mendebetkan kerugian piutang tak
tertagih pada cadangan piutang tak tertagih. Dan apabila piutang tersebut sudah
dipastikan tidak dapat ditagih kembali maka perusahaan akan membebankan
cadangan piutang tak tertagih pada piutang usaha.
Beban piutang tak tertagih harus dicatat pada periode
yang sama seperti penjualan untuk mendapatkan perbandingan yang tepat atas
beban dan pendapatan serta untuk mendapatkan nilai yang tepat atas piutang.
Walaupun menggunakan estimasi, persentase piutang yang tidak akan tertagih
dapat diramalkan dari pengalaman masa lalu, kondisi penjualan berjalan dan
analisis saldo piutang yang beredar.
Banyak perusahan membuat kebijakan kreditnya dengan
menciptakan piutang tak tertagih dalam presentase tertentu. Karena ketidak
tertagihan piutang dipandang sebagai kontijensi kerugian, maka metode
penyisihan hanya tepat dalam situasi dimana terdapat kemungkinan bahwa nilai
aktiva telah menurun dan jumlah penurunan atau kerugian tersebut dapat
diestimasi secara layak. Estimasi ini biasanya dibuat atas dasar presentase
penjualan atau piutang yang beredar.
Apabila piutang yang sudah dihapus diterima kembali
pembayarannya, maka piutang yang sudah dihapus dimunculkan kembali di debet dan
mengkreditkan cadangan kerugian piutang. Pada saat penerimaan piutang dari
pelanggan maka perusahaan kembali mengkreditkan piutang tersebut sesuai dengan
nilai nominal yang diterima.
3.1
PENGENDALIAN INTERNAL
3.1.1 Pengertian
Pengendalian Internal
Pengertian Pengendalian internal menurut beberapa
pendapat :
- Mulyadi : Sistem Pengendalian Internal meliputi struktur organisasi, metode, dan ukuran-ukuran yang dikoordinasikan untuk menjaga kekayaan organisasi, mengecek ketelitian dan keandalan data akuntansi, mendorong efisiensi dan mendorong dipatuhinya kebijakan manajemen.
- James R Davis, C Wayne Alderman, & Leonard A Robinson (sesuai dengan SAS No. 55) : Pengendalian Internal adalah seluruh kebijakan dan prosedur yang diciptakan untuk memberikan jaminan yang masuk akal agar tujuan organisasi (Entity) dapat tercapai.
- COSO (The Committee of Sponsoring Organizations of the Treadway Commission) : Pengendalian Internal adalah sebuah proses yang dihasilkan oleh dewan direktur, manajemen dan personel lainnya, yang didesain untuk memberikan jaminan yang masuk akal yang memperhatikan tercapainya tujuan-tujuan dengan kategori sebagai berikut :
·
Efektif
dan efisisiensinya operasi
·
Terpercayanya
(Reliabillity) Laporan Keuangan
·
Tunduk
pada hukum dan aturan yang berlaku
Dari beberapa pengertian diatas
dapat disimpulkan bahwa, pengendalian
intern atau kontrol intern
didefinisikan sebagai suatu proses, yang dipengaruhi oleh sumber daya manusia dan sistem teknologi informasi, yang dirancang untuk
membantu organisasi mencapai suatu tujuan atau objektif tertentu. Pengendalian
intern merupakan suatu cara untuk mengarahkan, mengawasi, dan mengukur sumber daya
suatu organisasi. Ia berperan penting untuk mencegah dan mendeteksi penggelapan (fraud)
dan melindungi sumber daya organisasi baik yang berwujud (seperti mesin dan lahan) maupun tidak (seperti
reputasi atau hak kekayaan intelektual seperti merek dagang).
3.1.2 Tujuan
Pengendalian Internal
Tujuan pengendalian intern adalah
menjamin manajemen perusahaan agar:
- Tujuan perusahaan yang ditetapkan akan dapat dicapai.
- Laporan keuangan yang dihasilkan perusahaan dapat dipercaya.
- Kegiatan perusahaan sejalan dengan hukum dan peraturan yang berlaku.
Pengendalian intern dapat mencegah
kerugian atau pemborosan pengolahan sumber daya perusahaan. Pengendalian intern
dapat menyediakan informasi tentang bagaimana menilai kinerja perusahaan dan
manajemen perusahaan serta menyediakan informasi yang akan digunakan sebagai
pedoman dalam perencanaan.
3.1.3 Komponen
Pengendalian Internal
Menurut
Mulyadi ada beberapa komponen atau unsur-unsur dalam Sistem Pengendalian Intern,yakni
sebagai berikut :
- Struktur Organisasi yang memisahkan tanggung jawab fungsional secara tegas.
- Sistem Wewenang dan prosedur pencatatan, yang memberikan perlindungan yang cukup terhadap kekayaan, utang, pendapatan, dan biaya.
- Praktik yang sehat dalam melaksanakan tugas dan fungsi setiap unit organisasi.
- Karyawan yang mutunya sesuai dengan tanggung jawabnya.
Efektifitas unsur-unsur Sistem pengendalian tersebut sangat
ditentukan oleh Lingkungan Pengendalian (Control Environment)
dimana lingkungan pengendalian tersebut memiliki 4 (empat) unsur sebagai
berikut :
- Filosofi dan gaya operasi
- Berfungsinya dewan komisaris dan komite pemeriksaan
- Metode Pengendalian Manajemen
- Kesadaran pengendalian
Menurut COSO pengendalian internal terdiri dari 5 (lima)
komponen yang saling berhubungan. Komponen ini didapat dari cara manajemen
menjalankan bisnisnya, dan terintegrasi dengan proses manajemen. Walaupun
komponen-komponen tersebut dapat diterapkan kepada semua entitas, perusahaan
yang kecil dan menengah dapat menerapkannya berbeda dengan perusahaan besar.
Dalam hal ini pengendalian dapat tidak terlalu formal dan tidak terlalu
terstruktur, namun pengendalian internal tetap dapat berjalan dengan efektif. Adapun 5 (lima)
komponen pengendalian internal tersebut adalah :
- Control Environment
Lingkungan pengendalian memberikan nada pada suatu organisasi,
mempengaruhi kesadaran pengendalian dari para anggotanya. Lingkungan
pengendalian merupakan dasar bagi komponen pengendalian internal lainnya,
memberikan disiplin dan struktur. Faktor lingkungan pengendalian termasuk :
- Integritas, nilai etika dan kemampuan orang-orang dalam entitas;
- Filosofi manajemen dan Gaya Operasi;
- Cara Manajemen untuk menentukan wewenang dan tanggung jawab, mengorganisasikan dan mengembangkan orang-orangnya; dan
- Perhatian dan arahan yang diberikan dewan direksi.
2.
Risk Assesment
Seluruh entitas menghadapi berbagai macam resiko dari luar dan
dalam yang harus ditaksir. Prasyarat dari Risk Assessment adalah penegakan
tujuan, yang terhubung antara tingkatan yang berbeda, dan konsisten secara
internal. Risk Assessment adalah proses mengidentifikasi dan menganalisis
resiko-resiko yang relevan dalam pencapaian tujuan, membentuk sebuah basis
untuk menentukan bagaimana resiko dapat diatur. Karena kondisi ekonomi,
industri, regulasi, dan operasi selalu berubah, maka diperlukan mekanisme untuk
mengidentifikasi dan menghadapi resiko-resiko spesial terkait dengan perubahan
tersebut.
3.
Control Procedure
Prosedur pengendalian ditetapkan
untuk menstandarisasi proses kerja sehingga menjamin tercapainya tujuan
perusahaan dan mencegah atau mendeteksi terjadinya ketidakberesan dan
kesalahan. Prosedur pengendalian meliputi hal-hal sebagai berikut:
- Personil yang kompeten, mutasi tugas dan cuti wajib.
- Pelimpahan tanggung jawab.
- Pemisahan tanggung jawab untuk kegiatan terkait.
- Pemisahan fungsi akuntansi, penyimpanan aset dan operasional.
4.
Information and Communication
Informasi yang bersangkutan harus diidentifikasi, tergambar dan
terkomunikasi dalam sebuah form dan timeframe yang memungkinkan orang-orang
menjalankan tanggung jawabnya. Sistem informasi menghasilkan laporan, yang
berisi informasi operasional, finansial, dan terpenuhinya keperluan sistem,
yang membuatnya mungkin untuk menjalankan dan mengendalikan bisnis. Informasi
dan Komunikasi tidak hanya menghadapi data-data yang dihasilkan internal,
tetapi juga kejadian eksternal, kegiatan dan kondisi yang diperlukan untuk
memberikan informasi dalam rangka pembuatan keputusan bisnis dan laporan
eksternal. Komunikasi yang efektif juga harus terjadi dalam hal yang lebih
luas, mengalir ke bawah, ke samping dan ke atas organisasi. Seluruh personel
harus menerima dengan jelas pesan dari manajemen teratas bahwa pengendalian
tanggung jawab diambil dengan serius. Para personel harus mengerti peran mereka
dalam sistem pengendalian internal, sebagaimana mereka mengerti bahwa kegiatan
individu mereka berhubungan dengan pekerjaan orang lain. Mereka harus memiliki
niat untuk mengkomunikasikan informasi yang signifikan kepada atasannya. Selain
itu juga dibutuhkan komunikasi efektif dengan pihak eksternal, seperti
customer, supplier, regulator, dan Pemegang Saham.
5.
Monitoring
Sistem pengendalian internal perlu diawasi, sebuah proses untuk
menentukan kualitas performa sistem dari waktu ke waktu. Proses ini
terselesaikan melalui kegiatan pengawasan yang berkesinambungan, evaluasi yang
terpisah atau kombinasi dari keduanya. Kegiatan ini termasuk manajemen dan
supervisi yang reguler, dan kegiatan lainnya yang dilakukan personel dalam
menjalankan tugasnya. Luas dan frekuensi evaluasi terpisah, akan tergantung
pada terutama penaksiran resiko dan efektifnya prosedur monitoring yang sedang
berlangsung. Ketergantungan sistem pengendalian harus dilaporkan kepada atasan,
dengan masalah yang serius juga dilaporkan kepada manajemen teratas dan dewan
direksi.
3.2 SISTEM PENGENDALIAN INTERN
ATAS PIUTANG
3.2.1 Tujuan Sistem Pengendalian
Intern atas Piutang
Pemberian piutang dimaksudkan
untuk meningkatkan volume penjualan bagi sebuah perusahaan. Diharapkan dengan
meningkatnya volume pejualan, maka sebuah perusahaan dapat memperoleh
keuntungan. Namun ada beberapa resiko atas keberadaan piutang itu sendiri yang
dapat merugikan perusahaan. Oleh karena itu perlu adanya pengendalian terhadap
piutang tersebut.
Untuk
mengendalikan piutang, sebuah perusahaan perlu menetapkan kebijakan kreditnya.
Kebijakan ini kemudian berfungsi sebagai standar. Apabila kemudian dalam
pelaksanaan penjualan kredit dan pengumpulan piutang tidak dilakukan sesuai
dengan standar yang telah ditetapkan, maka perusahaan perlu melakukan
perbaikan.
Adapun
tujuan melakukan pengendalian intern piutang adalah sebagai berikut :
1. Meyakini
kebenaran jumlah piutang yang ada yang benar-benar menjadi hak milik
perusahaan.
2. Meyakini
bahwa piutang yang ada dapat ditagih (collectable).
3. Ditaatinya
kebijakan-kebijakan mengenai piutang.
4. Piutang
aman dari penyelewengan.
3.2.2 Karakteristik Sistem
Pengendalian Intern atas Piutang
Output dari sistem pengendalian
intern piutang adalah berupa informasi dalam bentuk laporan keuangan atau
laporan manajemen lain, sehingga karakteristik sistem pengendalian intern
piutang identik dengan karakteristik informasi. Seperti yang telah diungkapkan
oleh Romney,dkk karakteristik informasi yang baik adalah :
- Relevan
- Reliable
- Complete
- Timelines
- Understandable
- Verrifyable
(Romney dkk 1997:14)
3.2.3 Sistem Pengendalian Intern
atas Piutang
Pada prinsipnya sistem pengendalian
harus meminimalkan dan mendeteksi serta memperbaiki kesalahan ketika terjadi.
Pelaksanaan sistem pengendalian intern untuk piutang harus menghasilkan suatu
kepastian bahwa semua transaksi piutang telah dibukukan dan dapat dipertanggung
jawabkan.
Pengendalian intern
terhadap piutang dimulai dari penerimaan order penjualan terus ke persetujuan
atas order, persetujuan pemberian kredit, pengiriman barang, pembuatan faktur,
verifikasi faktur, pembukuan piutang, penagihan piutang, yang akhirnya akan
mempengaruhi saldo kas atau bank. Dalam hal ini harus diperhatikan pula retur
penjualan secara periodik harus dibuat perincian piutang menurut golongan
usianya untuk menentukan tindakan apa yang perlu dilakukan dan menilai apakah
bagian kredit dan bagian inkaso telah bekerja dengan efisien.
Adapun sistem
pengendalian intern atas piutang secara keseluruhan antara lain sebagai berikut :
- Memisahkan fungsi pegawai atau bagian yang menangani transaksi penjualan (operasi) dari “ Fungsi Akuntansi Untuk Piutang “
- Pegawai yang menangani akuntansi piutang, harus dipisahkan dari fungsi penerimaan hasil tagihan piutang
- Semua transaksi pemberian kredit, pemberian potongan dan penghapusan piutang, harus mendapatkan persetujuan dari pejabat yang berwenang.
- Piutang harus dicatat dalam buku-buku tambahan piutang (Accounts Receivable Subsidiary Ledger)
- Perusahaan harus membuat daftar piutang berdasarkan umurnya (Aging Schedule).